Carol of The Elves
Carol of The Elves – Panggung Natal di kotaku mendadak jadi lautan hijau. Bukan karena pohon cemara yang berlebihan, tapi karena kostum para elf yang norak abis. Aku? Aku salah satu korbannya. Awalnya sih iseng ikut audisi paduan suara gereja, eh malah disuruh jadi elf dadakan di acara tahunan kota. Katanya, “Biar beda, biar unik!”. Unik sih unik, tapi malu-maluin juga, apalagi pas tahu lagu yang harus dinyanyiin: “Carol of The Elves”.
Duh, “Carol of The Elves” itu lagu apaan? Jujur, baru denger. Pas latihan pertama, ampun deh, fals semua. Bayangin aja, 20 orang pake kostum elf nyanyi lagu yang nadanya naik turun kayak roller coaster rusak. Belum lagi koreografinya, muter-muter gak jelas kayak anak ayam kehilangan induk. Yang ada, bukan suasana Natal yang kerasa, malah kayak sirkus dadakan. Modal awal semangat Natal udah langsung terkikis habis.
Tapi ya namanya juga hidup, kadang harus nurut. Apalagi ini demi nama baik gereja, katanya. Jadi, setiap malam setelah kerja, aku dan tim elf dadakan lainnya rela latihan sampai suara serak. Kita ubah “Carol of The Elves” yang awalnya bikin ngantuk jadi lebih ceria, lebih semangat. Koreografinya juga kita sederhanain, biar gak terlalu memalukan kalau dilihat orang. Sempet ada insiden lucu juga sih, pas latihan, salah satu elf kesandung kabel mic dan jatuh ngejengkang. Untung gak kenapa-kenapa, cuma bikin ngakak seisi ruangan.
Malam Natal pun tiba. Jantungku berdebar kencang kayak lagi nunggu pengumuman SBMPTN. Panggung udah penuh sama orang, lampu sorot menyilaukan mata. Aku sempet salah lirik pas awal lagu, gara-gara grogi. Tapi untungnya, tim elf dadakanku sigap menutupinya. Mereka nyanyi lebih keras, lebih semangat, sampai aku ikut kebawa suasana. “Carol of The Elves” yang awalnya bikin males, mendadak jadi lagu yang asik banget dinyanyiin.
Dan ternyata, “Carol of The Elves” itu bukan cuma sekadar lagu Natal biasa. Ada sesuatu yang magis dalam lagu itu. Waktu kita nyanyi, tiba-tiba aja salju turun. Padahal, sebelumnya cuaca cerah banget. Orang-orang di bawah panggung pada bersorak gembira. Aku bisa lihat senyum di wajah mereka, aura positif yang terpancar dari mata mereka. Rasanya kayak kita udah berhasil memberikan sedikit kebahagiaan di malam Natal ini.
Setelah penampilan selesai, banyak orang yang nyamperin kita dan bilang kalau penampilan kita keren banget. Bahkan ada yang bilang, “Carol of The Elves” versi kita lebih bagus dari penyanyi aslinya. Lebay sih, tapi lumayan lah buat naikin kepercayaan diri. Yang lebih bikin terharu lagi, ada seorang ibu yang bilang kalau anaknya yang lagi sakit keras mendadak senyum setelah denger kita nyanyi. Katanya, anaknya jadi lebih semangat buat sembuh.
Malam itu, aku baru sadar kalau Natal itu bukan cuma soal kado, makanan enak, atau liburan. Natal itu soal berbagi kebahagiaan, soal menyebarkan cinta kasih. Dan “Carol of The Elves”, lagu yang awalnya aku benci, ternyata jadi jembatan untuk melakukan itu semua. Mungkin, mitos tentang “Carol of The Elves” yang membawa keberuntungan Natal itu ada benarnya juga. Soalnya, setelah malam itu, rejeki nomplok terus dateng. Eh, bukan rejeki sih, lebih tepatnya bonus kerjaan yang tiba-tiba naik 20%. Lumayan kan?
Aku jadi inget, beberapa waktu lalu sempet iseng nyoba main game dari provider Yggdrasil. RTP-nya lumayan tinggi, sekitar 96%. Modal awalnya sih cuma recehan, sekitar 50 ribu perak. Eh, gak taunya malah dapet jackpot. Nominalnya gak seberapa sih, cuma sekitar 500 ribu. Tapi lumayan lah buat nambahin uang jajan. Mungkin ini juga efek “Carol of The Elves”, siapa tahu?
Banyak yang bilang, Yggdrasil ini provider yang unik. Grafis game-nya beda dari yang lain, alur ceritanya juga menarik. Jadi, gak heran kalau banyak yang suka. Aku sendiri sih paling suka sama game yang temanya mitologi Nordik. Berasa kayak lagi jadi Thor beneran, walaupun cuma di layar HP. Tapi ya namanya juga game, jangan terlalu serius. Anggap aja buat hiburan, buat ngilangin stres setelah seharian kerja. Jangan sampai malah jadi kecanduan, bisa berabe urusannya.
Ngomong-ngomong soal Natal, aku jadi inget dulu pernah salah beli kado buat adikku. Aku beliin dia boneka beruang gede banget, padahal dia sukanya sama robot-robotan. Alhasil, boneka beruangnya cuma jadi pajangan di kamar. Adikku sih tetep senyum, tapi aku tahu dia kecewa. Dari situ, aku belajar buat lebih perhatian sama orang-orang di sekitarku. Belajar buat mendengarkan apa yang mereka inginkan, bukan cuma sekadar memberikan apa yang aku pikir mereka butuhkan. Agak clumsy memang awalnya, tapi lama-lama jadi terbiasa.
Mungkin, kesalahan-kesalahan kecil kayak gitu yang bikin hidup ini jadi lebih berwarna. Kita jadi belajar dari pengalaman, jadi lebih bijak dalam mengambil keputusan. Dan yang paling penting, kita jadi lebih menghargai setiap momen yang kita punya. Karena hidup itu kayak “Carol of The Elves”, kadang nadanya tinggi, kadang nadanya rendah. Tapi kalau kita nikmatin setiap bagiannya, pasti bakal jadi lagu yang indah.
Intinya sih, “Carol of The Elves” bukan cuma sekadar lagu Natal. Tapi juga simbol keberuntungan, simbol harapan, dan simbol cinta kasih. Lagu ini mengajarkan kita buat selalu berbuat baik, buat selalu menyebarkan kebahagiaan, dan buat selalu bersyukur atas apa yang kita punya. Jadi, buat kamu yang lagi baca tulisan ini, coba deh dengerin “Carol of The Elves”. Siapa tahu, kamu juga bisa merasakan keajaiban Natal yang sesungguhnya.
Eh, tapi beneran deh, kira-kira tahun depan aku disuruh jadi apa ya di panggung Natal? Jangan-jangan jadi rusa kutub? Waduh, bisa malu seumur hidup kalau beneran kejadian. Tapi ya sudahlah, yang penting bisa ikut merayakan Natal dan berbagi kebahagiaan sama orang lain. Itu aja udah cukup kok. Gimana menurut kalian? Ada pengalaman Natal yang unik juga? Ceritain dong di kolom komentar! Penasaran nih pengen denger cerita kalian juga.